Selasa, 13 Maret 2018

Perkembangan Bakat Khusus

PERKEMBANGAN BAKAT KHUSUS

1. Pengertian Bakat Khusus

    Bakat (aptitude) mengandung makna kemampuan bawaan yang merupakan potensi (potential ability) yang masih perlu pengembangan dan latihan lebih lanjut.  Karena sifatnya yang bersifat potensial atau masih laten, bakat merupakan potensi yang masih memerlukan ikhtiar pengembangan dan pelatihan secara serius dan sistematis agar dapat terwujud, (Ali dan Asrori, 2005: 78). Berbeda dengan kemampuan (ability) yang mengandung makna sebagai daya untuk melakukan sesuatu sebagai hasil pembawaan dan latihan. Bakat juga berbeda denga kapasitas (capacity) dengan sinonimnya, yaitu kemampuan yang dapat dikembangkan di masa yang akan datang apabila latihan dilakukan secara optimal (Conny Semiawan, dalam Ali dan ASRORI, 2005: 78). Dengan demikian, dapat disarikan bahwa bakat masih merupakan suatu potensi yang akan muncul setelah memperoleh pengembangan dan latihan. Adapun kemampuan dan kapasitas sudah merupakan suatu tindakan yang dapat di laksanakan.
     Jadi, yang disebut bakat adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus (Conny Semiawan, dalam Ali dan Asrori, 2005: 78). Bakat umum apabila kemampuan yang berupa potensi tersebut bersifat umum. Misalnya, bakat intelektual secara umum, sedangkan bakat khusus apabila kemampuan yang berupa potensi tersebut bersifat khusus misalnya bakay akademik, sosial dan seni kinestetik. Bakat khusus ini biasanya disebut denga talent, sedangkan bakat umum (intelektual). Dengan bakat, memunkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu. Tetapi, untuk mewujudkan bakat ke dalam satu prestasi di perlukan latihan, pengetahuan, pengalaman dan motivasi (Conny Semiawan, dlam Ali dan Asrori, 2005: 78).
     Peserta didik berbakat adalah peserta didik yang mampu mencapai prestasi yang tinngi karena  mempunyai kemampuan-kemampuan  yang unggul. Kemampuan-kemampuan tersebut meliputi:
1.      Kemampuan intelektual umum (kecerdasan atau intelegensi)
2.      Kemampuan akademik khusus
3.      Kemampuan berpikir kreatif-produktif
4.      Kemampuan memimpin
5.      Kemampuan dalam satu bidang seni
6.      Kemampuan psikomotor
  
Selain itu masih ada faktor lain yang juga turut menentukan perkembangan potensi peserta didik menjadi bakat, yakni kecerdasan emosi ( Emotional Quetient). Peserta didik yang kontrol emosinya bagus akan lebih baik dalm mengembangkan bakat yang ia miliki. Misalnya, ketika ia memiliki bakat menyanyi, maka saat harus naik pentas ia akan menyanyi dengan oenuh percaya diri. Artinya, baik IQ dan EQ berperan menunjang keberhasilan peserta didik dalam mengembangkan potensinya menjadi bakat. Namun demikian, selama ini orang tua lebih terpaku pada upaya peningkatan intelektualitas semata. Sehingga peserta didik hanya diberikan konsumsi untuk daya pikirnya, EQ-nya tidak di kembangkan.
Bakat yang dimiliki peserta didik tidak terbatas pada satu keahlian. Jika bakat tersebut dikembangkan bisa menjadi lebih dari dua keahlian yang salinag berkaitan. Misalnya jika peserta didik suka menyanyi tak jarang pula ia akan berbakat menari. Jika peserta didik suka baca puisi biasanya peserta didik akn punya bakat seni peran, dsb.
Bakat peserta didik juga berkaitan dengan bakat orang tua. Sekitar 60% bakat peserta didik diturunkan dari orang tua, selebihnya di pengaruhi faktor lingkungan. Bakat turunan bisa dideteksi dengan cara membandingkan peserta didik dengan peserta didik lain  peserta didik berbakat lebih cepat berkembang ketimbang peserta didik lain seusianya, misalnya mereka lebih cepat dalam hal berhitung soal matematik, menari atau menghafal lagujika dibandingkan peserta didik lainnya.
Tanda-tanda bakat yang bisa tampak sejak dini pada peserta didik yaitu:
1.      Mempunyai ingatan yang kuat. Contoh sanggup mengingat letak benda-benda, tempat-tempat penyimpanan, lokasi-lokasi, dsb.
2.      Mempunyai logika dan keterampilan analitis yang kuat. Contoh sanggup menyimpulkan, menghubung-hubungkan satu kejadian dengan kejadian lain.
3.      Mampu berpikit abstrak. Contoh membayangkan sesuatu yang tidak tampak, kemampuan berimajinasi dan asosiasi. Misal, membayangkan keadaan di bulan, di luar angkasa, atau tempat lain yang belym pernah di kunjunginya.
4.      Mempunyai keterampilan mekanis. Contoh pintar bongkar pasang benda yang rumit.
5.      Mampu membaca tata letak (ruang). Contoh menguasai rute jalan, kemana harus bertolak, menyebutkan bentuk ruang.
6.      Mempunyai bakat musik dan seni
7.      Luwes dalam atletik dan menari
8.      Pintar bersosialisasi. Contoh mudah bergaul, mudah beradaptasi
9.      Mampu memahami perasaan manusia. Contoh pandai berempati, baik dan peduli pada orang lain
10.  Mampu memikat dan merayu. Contoh penampilannya selalu membuat orang tertarik, mampu membuat orang mengikuti kemauannya.

Selain memiliki tanda-tanda keunggulan di atas peserta didik yang berbakat mempunyai karakteristi negatif di antaranya:
1.      Mampu mengaktualisasikan pernyataan secara fisik berdasarkan pemahaman pengatahuan yang sedikit
2.      Dapat mendominasi diskusi
3.      Tidak sabar untuk maju ketingkat berikutnya
4.      Sukaribut
5.      Memilih kegiatan membaca dari pada berpartisipasi aktif dalam kegiatan masyarakat atau kegiatan fisik
6.      Suka melawan aturan , petunjuk-petunjuk atau prosedur tertentu
7.      Frustasi disebabkan tidak jalannya aktivitas sehari-hari
8.      Menjadi bosan karena banyak kali yang di ulang-ulang
9.      Menggunakan humor untuk memanipulasi sesuatu
10.  Melawan jadwal yang (hanya) didasarkan atas pertimbangan saja bukan atas pertimbangan tugas

Peserta didik yang unggul dalam bidangtertentu belum tentu unggul di bidang yang lain. Misalnya ada peserta didik yang unggul di bidang matematika, namun ia kurang mampu menyanyi di depan kelas atau menggambar. Sebaliknya peserta didik yang sudah sering tampil menyanyi di lyar televisi, mungkin kurang tangkas bila harus memecahkan soal matematikayang rumit di kelas. Kondisi semacam ini harus di pahami oleh seorang guru. Kelebihan dan kelemahan yang ada pada peserta didik hendaknya di perlakukan secara seimbang. Dengan demikian potensi yang di punyai peserta didik akan tumbuh dan berkembang selaras dengan perkembangan ilmu yang mereka terima melaluim pembelajaran di sekolah maupun di lingkungannya.

2.   Jenis-jenis bakat khusus

Bakat khusus (talent) adalah kemampuan bawaan berupa potensi khusus dan jika memperoleh kesempatan berkembang dengan baik, akan muncul sebagai kemampuan khusus dalam bidang tertentu sesuai potensinya. Individu yang memiliki bakat khusus di bidang matematika misalnya, apabila memperoleh kesempatan untuk mengembangkan secara optimal disertai motivasi yang tinggi akan memiliki kemampuan khusus dan prestasi yang menonjol dalam bidang matematika.
Conny Semiawan dan Utami Munandar (dalam Ali dan Asrori, 2005: 79) mengklasifikasikan jenis-jenis bakat khusus, baik yang masih berupa potensi maupun yang sudah terwujud menjadi lima bagian yaitu:
1.      Bakat akademik khusus
2.      Bakat kreatif produktif
3.      Bakat seni
4.      Bakat kinestik/psikomotorik, dan
5.      Bakat sosial
Setiap orang mempunyai bakat-bakat tertentu, masing-masing dalam bidang dan derajat yang berbeda-beda. Usaha pengenalan bakat mula-mula terjadi pada bidang pekerjaan, tetapi juga dalam bidang pendidikan. Dalam prakteknya hampir semua ahli menyusun tes untuk mengungkap bakat bertolak dasar pikiran analisis faktor, sepereti yang di kemukakan oleh Guird ford (dalam Sunarto dean Hartono, 2002: 120) menurutnya, setiap aktivitas diperlukan berfungsinya faktor-faktor tersebut.
Pemberian nama terhadap jenis-jenis bakat biasanya  dilakukan berdasar atas bidang apa bakat tersebut berfungsi, seperti bakat matematika, bakat bahasa, bakat olahraga, bakat seni, bakat musik, bakat klerikal, bakat guru, bakat dokter dan sebagainya. Dengan demikian, macam bakat akan sangat tergantung pada konteks kebudayaan di mana seorang indvidu hidup dan di besarkan (Sunarto dan Hartono, 2002: 121).

Ada tiga kelompok ciri-ciri bakat peserta didik yakni:
1.      Kemampuan umum yang tergolong di atas rata-rata (a bove a verage a bility)
2.      Kreativiras (creativity) yang tergolong tinggi
3.      Komitmen terhadap tugas (task commitment) tergolong tinggi
3.  Hubungan antara Bakat dan Prestasi
            Perwujudan nyata dari bakat dan kemampuan adalah prestasi, karen bakat dan kemampuan sangat menentukan prestasi seseorang. Orang yang memiliki bakat matematika di prediksikan mampu mencapai prestasi yang menonjol dalam bidang matematika. Prestasi yang menonjol dalam bidang matematika merupakan cerminan dari bakat khusus yang dimiliki dalam bidang tersebut (Utami Munandar dalam Ali dan Asrori, 2005: 80).
          Perlu di tekankan bahwa karena bakat masih bersifat potensial, seseorang yang berbakat belum tentu mencapai prestasi yang tinggi dalam bidangnya, jika tidak mendapat kesempatan untuk mengembangkan bakat secara maksimal. Bakat khusus yang memperoleh kesempatan untuk mengembangkan bakatnya maksimal dan di kembangkan sejak dini dan didukung oleh fasilitas dan motivasi yang tinggi, akan dapat terealisasi dalam bentuk prestasi yang unggul (Ali dan Asrori, 2005: 80).

4.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat Khusus

Bakat sebagai potensi masih memerlukan pendidikan dean latihan agar suatu kinerja dapat dilakukan pada masa yang akan datang. Ini memberikan pemahaman bahwa bakat khusus sebagai potensial ability untuk dapat terwujud sebagai kinerja atau perilaku nyata dalam bentuk prestasi yang menonjol, masih memerlukan latihan pengembangan lebih lanjut (Ali dan Asrori, 2005: 80).

Adapun sebaba atau faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat arau seseorang tidak dapat mewujudkan bakat-bakatnya secara optimal, dengan kata lain prestasinya dibawah potensinya dapat terletak pada anak itu sendiri dan lingkungan (Hartono dan Sunarto 2002: 122).

Menurut Ali dan Asrori, (2005:81) faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus diantaranya:
a.    Faktor internal (faktor dalam diri individu)
1.      Minat,
2.      Motif berprestasi,
3.      Keberanian mengambil resiko,
4.      Keuletan dalam mengambil tantangan, dan
5.      Kegigihan atau daya ruang dalam mengatasi kesulitan yang timbul

b.    Faktor eksternal (dari lingkungan individu)
1.      Kesempatan maksimal untuk mengembangkan diri,
2.      Sarana dan prasarana,
3.      Dukungan dan dorongan orang tua,
4.      Lingkungan tempat tinggal, dan
5.      Pola asuh orang tua
Individu yang memiliki bakat khusus dan memperoleh dukungan internal maupun eksternal, yaitu memiliki minat yang tinggi, memiliki daya juang tinggi danada kesempatan maksimal untuk mengembangkan bakat khusus tersebut sudah optimal maka akan memunculkan dan mencapai prestasi yang tinggi (Ali dan Asrori, 81).




5.    Perbedaan Individual dalam Bakat Khusus
Dilihat dari aspek apa pun, setiap individu memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Demikian juga dalam aspek bakat khusus, setiap individu juga memiliki bakat khususnya masing-masing secara berbeda-beda. Menurut Conny Semiawan dan Utami Munandar (dalam Ali dan Asrori, 2005: 81), perbedaan bakat khusus ini bisa terletak pada jenisnya dan juga pada kualitasnya. Perbedaan dalam jenisnya terlihat dari kemampuan yang di tunjukan. Misalnya, seseorang memiliki bakat khusus bekerja dengan angka (numerical aptitude), yang lain lebih menonjol dalam berbahasa (verbakl aptitude), sementara yang lainnya lagi memiliki bakat yang menonjol dalam bidang musik. Sedangkan perbedaan dalam kualitasnya mengandung makna bahwa  diantara individu satu dengan yang lain memiliki bakat khusus yang sama, tetapi kualitasnya berbeda. Misalnya, antara dua orang yang sama-sama memiliki bakat khusus untuk bekerja dengan angka. Orang pertama memiliki kemampuan yang lebih unggul dibandingkan dengan kemampuan orang kedua.

6.    Upaya Pengembangan Bakat Khusus Remaja dan Implikasinya bagi Pendidikan

Dari sekian banyak peserta didik, jika di tuangkan ke dalam kurva normal, kemampuan individualnya akan membentuk distribusi normal. Artinya, sebagian besar berada pada kemampuan rata-rata, sebagian kecil berada dibawah rata-rata, dan sebagian kecil lagi berada diatas rata-rata. Dilihat dari perspektif ini, peserta didik yang memiliki bakat khusus berada dalam kelompok diatas rata-rata. Mereka memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan kemapuan rata-rata peserta didik lainnya. Dengan bakat khusus yang dimiliki, merek mampu menunjukkan prestasi unggul sesuai bakat khususnya (Ali dan Asrori, 2005: 82).
Agar dapat mewujudkan bakat khususnya secara optimal, mereka memerlukan program pendidikan khususnya sesuia dengan bakatnya. Program pendidikan untuk mengembangkan individu berbakat khusus agar dapat mencapai prestasi unggul biasanya di kenal dengan istilah program pendidikan berdiferensi. Program pendidikan ini merupakan pelayanan diluar jankauan, program pendidikan biasa agar dapat merealisasikan bakat dan kemampuannya secara optimal, baik untuk pengembngan diri maupun untuk memberikan sumbangan yang berarti bagi kemajuan masyarakat dan negara (Conny Semiawan ; Utami Munandar dalam Ali dan Asrori, 2005: 82). Kurikulum dalam pendidikan ini juga disebut dengan kurikulum berdiferensiasi.
Menurut Ali dan Asrori, (2005:83), ada sujumlah langkah yang perlu dilakukan untuk mengembangkan bakat khusus individu, yaitu sebagai berikut.
1.      Mengembangkan situasi dan kondisi yang memberikan kesempatan bagi anak-anak dan remaja untuk mengembangkan bakat khususnya dengan mengusahakan dukungan baik psikologis maupun fisik.
2.      Berupaya menumbuhkembangkan minat dan motif berprestasi tinggi dikalangan anak dan remaja, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
3.      Meningkatkan kegigihan dan daya juang pada diri anak dan remaja dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan.
4.      Mengembangkan program pendidikan berdiferensi di sekolah dengan kurikulum berdiferensiasi pulaguna memberikan pelayanan secara lebih efektif kepada anak dan remaja yang memiliki bakat khusus.

Perkembangan Emosi

PERKEMBANGAN EMOSI

1.       Pengertian Emosi
Perilaku atau perbuatan kita sehari-hari selalu disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, misalnya senang atau tidak senang. Perasaan-perasaan yang selalu menyertai perbuatan kita tersebut disebut warna efektif. Warna efektif kadang-kadang lemah, tetapi terkadang juga kuat. Jika warna efektif kuat, perasaan-perasaan akan menjadi lebih dalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan ini disebut emosi. Perasaan lainnya seperti gembira, takut, cemas, benci, dan lain sebagainya.
Emosi dan perasaan adalah dua hak yang berbeda. Tetapi perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas. Emosi dan perasaan merupakan suatu gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasnya. Pada suatu saat warna efektif dapat dikatan sebagai perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi. Contohnya marah yang akan ditunjukkan dalam bentuk diam. Jadi sukar sekali kita mendefinisikan emosi. Jadi, emosi adalah pengalaman efektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Emosi adalah warna efektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Pada saat terjadi emosi seringkali terjadi perubahan-perubahan pada fisik, anatar lain berupa: peredaran darah akan bertambah cepat bila marah, pupil mata membesar bila marah, bulu roma berdiri bila takut, dan lain sebagainya.
2.       Karakteristik Perkembangan Emosi
Masa remaja merupakan masa yang penuh badai dan tekanan. Ketegangan emosi meninggi akibat perubahan fisik dan juga kelenjar. Rata-rata emosi para remaja menjadi tinggi karena mereka sedang berada dibawah tekanan social dan juga mereka sedang menghadapi kondisi baru, sedangkan selama anak-anak mereka kurang mempersiapkan diri. Tetapi tidak semua remaja mengalami tekanan dan badai dalam hidupnya.
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah: cinta/kasih saying, gembira, amarah, takut dan cemas, cemburu sedih, dan lain-lain. Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Berikut ini akan dibahas beberapa kondisi emosional.

1. Cinta/Kasih sayang
Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya.
Walaupun para remaja sudah banyak yang bergerak ke dalam dunia bebas, tetapi dalam dirinya masih terdapat sifat kanak-kanaknya. Remaja membutuhkan kasih sayang dari orang tua di rumah yang sama banyaknya dengan apa yang mereka alami pada tahun-tahun sebelumnya.
Kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta menjadi sangat penting, walaupan kebutuhan-kebutuhan akan perasaan itu disembunyikan secara rapi. Para remaja yang berontak secara terang-terangan, nakal, dan mempunyai sikap permusuhan yang besar kemungkinannya disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai yang tidak disadari.

2. Gembira
Individu pada umumnya dapat mengingat kembali pengalaman-pengalaman yang menyenangkan yang menyenangkan tersebut kita agaknya mempunyai cerita yang panjang dan lengkap tentang apa yang terjadi dalam perkembangan emosional remaja.
Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia jatuh cinta dan cintanya itu mendapat sambutan (diterima) oleh yang dicintai.

3. Kemarahan dan Permusuhan
Rasa marah merupakan gejala yang penting diantara emosi-emosi yang memainkan peranan yang menonjol dalam perkembangan kepribadian. Rasa marah juga penting dalam kehidupan, karena rasa marahnya seseorang mempertajam tuntutannya sendiri dan pemilikan minat-minatnya sendiri.
Kondisi-kondisi yang menyebabkan timbulnya rasa marah kurang lebih sama, tetapi ada beberapa perubahan sehubungan dengan pertambahan umurnya dan kondisi-kondisi tertentu yang menimbulkan rasa marah atau meningkatnya penguasaan kendali emosional.

4. Ketakutan dan Kecemasan
Menjelang balita mencapai masa anak-anak, kemudian masa remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan panjang yang mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Beberapa rasa takut sudah teratasi, tetapi masih banyak yang tetap ada. Banyak ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan-kecemasan – kecemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja itu sendiri.
Semua remaja sedikit banyak takut terhadap waktu. Beberapa di antara mereeka merasa takut hanya pada kejadian-kejadian bila mereka dalam bahaya. Beberapa orang mengalami rasa takut secara berulang-ulang dengan kejadiian dalam kehidupan sehari-hari, atau karena mimpi-mimpi, atau karena pikiran-pikiran mereka sendiri. Beberapa orang dapat mengalami rasa takut sampai berhari-hari bahkan sampai berminggu-minggu.
Remaja seperti halnya anak-anak dan orang dewasa, seringkali berusaha untuk mengatasi ketakutan-ketakutan yang timbul dari persoalan-persoalan kehidupan. Tidak ada seorang pun yang menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat tanpa rasa takut adalah menyerah terhadap rasa takut, seperti terjadi bila seseorang begitu takut sehingga ia tidak berani mencapai apa ada sekarang atau masa depan yang tidak menentu.

3.       Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Emosi
            Dalam sejumlah penelitian, perkembangan emosi sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor belajar. Kedua faktor itu terjalin erat satu sama lain dan akan mempengaruhi perkembangan intelektual. Hal itu akan menghasilkan suatu kemampuan berpikir kritis, mengingat, dan menghafal. Selain itu, individu akan menjadi reaktif terhadap rangsangan.
Dalam faktor belajar, terdapat metode-metode yang menunjang perkembangan emosi. Diantaranya :
a.      Belajar dengan coba-coba
Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang dapat memberikan kepuasan sedikit atau bahkan tidak memberikan kepuasan.
b.      Belajar dengan cara meniru
Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang dapat membangkitkan emosi orang lain.
c.       Belajar dengan cara mempersamakan diri
Anak akan menirukan reaksi emosional orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat.
d.      Belajar melalui pengondisian
Objek atau situasi yang mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian berhasil melalui metode asosiasi.
e.       Belajar di bawah bimbingan dan pengawasan
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Dapat melalui pelatihan maupun yang lainnya.

            Banyak kondisi sehubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dalam hubungannya dengan orang lain yang membawa perubahan untuk menyatakan emosi. Orang tua dan guru berhak menyadari perubahan ekspresi ini karena tidak berarti emosi tidak lagi berperan dalam kehidupan mereka. Mereka juga tetap membutuhkan rangsangan dan respons untuk mengembangkan pengalaman dan kemampuannya. Bertambahnya umur juga akan berpengaruh signifikan terhadap perubahan irama emosional. Terutama faktor pengetahuan dan pengalaman.

4.       Hubungan Antara Emosi dan Tingkah Laku serta Pengaruh Emosi terhadap Tingkah Laku
                        Dalam perkembangan sosial para remaja dapat memikirkan perihal dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah ke penilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil penilaian tentang dirinya tidak selalu diketahui orang lain, bahkan sering terlihat usaha seseorang untuk menyembunyikan atau merahasiakannya. Dengan refleksi diri, hubungan dengan situasi lingkungan sering tidak sepenuhnya diterima, karena lingkungan tidak senantiasa sejalan dengan konsep dirinya yang tercermin sebagai suatu kemungkinan bentuk tingkah laku sehari-hari.
Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk orang tuanya. Setiap pendapat orag lain dibandingkan dengan teori yang diikuti dan diharapkan. Sikap kritis ini juga ditunjukkan dalam hal-hal yang sudah umum baginya pada masa sebelumnya, sehingga tatacara, adat istiadat yang berlaku di lingkungan keluarga sering terasa terjadi/ada pertentangan dengan sikap kritis yang tampak pada perilakunya.
Kemampuan abstraksi menimbulkan kemampuan mempermasalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya. Situasi ini ( yang di akibatkan kemampuan abstraksi) akhirnya dapat menimbulkan perasaan tidak puas dan putus asa.
Disamping itu pengaruh egosentris masih sering terlihat pada pikiran remaja. Misalnya, cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitikberatkan pikiran sendiri tanpa memikirkan akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan. Contoh yang lainnya, kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain dari pada tujuan perhatian diri sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan orang lain mengenai dirinya.
Pencerminan sifat egois sering dapat menyebabkan “kekakuan”para remaja dalam cara berfikir maupun bertingkah laku. Persoalan yang timbul pada masa remaja adalah banyak bertalian dengan perkembangan fisik yang dirasakan mengganggu dirinya dalam bergaul, karena dikiranya orang lain sepikiran. Akibat dari hal ini akan terlihat pada tingkah laku yang canggung.
Proses penyesuaian diri yang dilandasi sifat egonya dapat menimbulkan reaksi lain dimana remaja itu justru melebih-lebihkan diri dalam penilaian diri. Mereka merasa dirinya “ampuh” atau “hebat” sehingga berani menantang malapetaka dan menceburkan diri dalam aktivitas yang acap kali dipikirkan atau direncanakan dan biasanya tergolong aktivitas yang membahayakan.
Melalui banyak pengalaman dan penghayata kenyataan dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sifat ego semakin berkurang. Pada akhir masa remaja pengaruh egosentrisitas sudah sedemikian kecilnya, sehingga remaja sudah dapat berhubungan dengan orang lain tanpa meremehkan pendapat dan pandangan orang lain.

5.       Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Emosi
                        Bersosialisasi dilakukan oleh setiap orang, baik secara individu maupun berkelompok. Dilihat dari berbagai aspek terdapat perbedaan individual manusia yang hal itu tampak juga dalam perkembangan sosialnya.
Sesuai dengan teori komprehensif tentang perkembangan sosial yang dikembangkan oleh Erickson, maka di dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya setiap manusia menempuh langkah yang berlainan satu dengan yang lain. Dalam teori Erickson dinyatakan bahwa manusia(anak) hidup dalam kesatuan budaya yang utuh, alam dan kehidupan masyarakat menyediakan segala hal yang dibutuhkan manusia namun sesuai dengan minat, kemampuan, dan latar belakang kehidupan budayanya maka berkembang kelompok-kelompok sosial yang beraneka ragam.
Remaja yang telah mulai mengembangkan kehidupan bermasyarakat, maka telah mempelajari pola-pola sosial yang sesuai dengan kepribadiannya.

6.       Upaya Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Emosi negatif pada dasarnya dapat diredam sehingga tidak menimbulkan efek negatif. Beberapa cara untuk meredam emosi adalah :
  • berfikir positif
  • mencoba belajar memahami karakteristik orang lain
  • mencoba menghargai pendapat dan kelebihan oranglain
  • introspeksi dan mencoba melihat apabila kejadian yang sama terjadi pada diri sendiri, mereka dapat merasakannya
  • bersabar dan menjadi pemaaf
  • mengalihkan perhatian, yaitu mencoba mengalihkan perhatian pada objek lain dari objek yang pada mulanya memicu pemunculan emosi negatif.
Mengendalikan emosi itu penting. Hal ni  didasarkan atas kenyataan bahwa emosi mempunyai kemampuan untuk mengkomunikasikan diri pada orang lain. Orang-orang yang dijumpai dirumah atau di kampus akan lebih cepat menanggapi emosi daripada kata-kata.
Cara lainnya adalah dengan mengekspresikan emosi.Ekspresi itu dapat mengembangkan sifat kreativitas seseorang. Ekspresi juga dapat mencegah timbulnya kejadian-kejadian yang tidak diberi kesempatan untuk menjelmakan perasaannya dan menghadapi perasaannya. Tanpa ekspresi, bahan yang terpendam itu dapat membahayakan.
Intervensi pendidikan untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat mengembangkan kecerdasan emosi, salah satunya adalah dengan menggunakan intervensi yang dikemukakan oleh W.T Grant Consertium tentang “Unsur-Unsur Aktif Program Pencegahan” yaitu sebagai berikut :

1.       Pengembangan Keterampilan Emosional:
  • mengidentifikasi dan memberi nama atau label perasaan
  • mengungkapkan perasaan
  • menilai intensitas perasaan
  • mengelola perasaan
  • menunda pemuasan
  • mengendalikan dorongan hati
  • mengurangi stress
  • memahami perbedaan anatara perasaan dan tindakan
2.      Pengembangan Keterampilan Kognitif
  • belajar melakukan dialog batin sebagai cara untuk menghadapi dan mengatasi masalah atau memperkuat perilaku diri sendiri
  • belajar membaca dan menafsirkan isyarat-isyarat social
  • belajar menggunakan langkah-langkah penyelesaian masalah dengan pengambilan keputusan
  • belajar memahami sudut pandang oranglain (empati)
  • belajar memahami sopan santun
  • belajar bersikap positif terhadap kehidupan
  • belajar mengembangkan kesadaran diri
3.      Pengembangan  Keterampilan Perilaku
  • mempelajari keterampilan komunikasi non verbal,misal melalui pandangan mata,ekspresi wajah, gerak-gerik, posisi tubuh dan lain-lain
  • mempelajari keterampilan komunikasi verbal, misal mengajukan permintaan dengan jelas, mendiskripsikan sesuatu kepada oranglain dengan jelas, menanggapi kritik secara efektif
Agar emosi positif pada diri remaja dapat berkembang dengan baik, dapat dirangsang, disikapi oleh orang tua maupun guru dengan cara :
  1. orangtua dan guru serta orang dewasa lainnya dalam lingkungan anak  (significant person) dapat menjadi model dalam mengekspresikan emosi-emosi negatif, sehingga tampilannya tidak meledak-ledak.
  2. adanya program latihan beremosi baik disekolah maupun didalam keluarga, misalnya dalam merespon dan menyikapi sesuatu yang tidak sejalan sebagaimana mestinya.
  3. Mempelajari dan mendiskusikan secara mendalam kondisi-kondisi yang cenderung menimbulkan  emosi negatif dan upaya-upaya menanggapinya secara lebih baik.

Perkembangan Kreativitas

PERKEMBANGAN KREATIVITAS

  1. Kreativitas dan Teori Belahan Otak
  2. Perkembangan kreativitas sangat erak kaitannya dengan perkembangan intelek/kognitif individu karena kreativitas sesungguhnya merupakan perwujudan dari pekerjaan otak. Fungsi otak sebelah kiri adalah berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat ilmiah, kritis, logis, linier, teratur, sistematis, terorganisir, beraturan, dan sejenisnya. Sedangkan fungsi otak sebelah kanan adalah berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat non linier, non verbal, holistic, humanistic, kreatif, mencipta, mendesain, bahkan mistik dan sejenisnya.
  3. Pengertian Kreativitas Secara Umum
  4. Barron (1982) mendefinisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Guilford (1970) menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai cirri-ciri seorang kreatif. Utami Munandar (1992:47) mendefinisikan kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi sesuatu gagasan. Rogers mendefinisikan kreativitas sebagai proses munculnya hasil-hasil baru kedalam suatu tindakan (Utami Munandar, 1992:47). Drevdahl mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat berwujud aktivitas imajinatif atau sentesis yang mungkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang (Hurlock,1978).

    Berdasarkan berbagai definisi kreativitas di atas, maka definisi-definisi kreativitas dapat dikelompokan ke dalam empat kategori yaitu :
    1. Product
    2. Person
    3. Process
    4. Press
    Jadi, yang dimaksud dengan kreativitas adalah cirri-ciri khas yang dimiliki oleh individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru atau kombinasi dari karya-karya yang telah ada sebelumnya menjadi suatu karya baru yang dilakukan melalui interaksi dengan lingkungannya untuk menghadapi permasalahan dan mencari alternative pemecahannya dengan cara-cara berpikir divergen.
  5. Pengertian Kreativitas Menurut Torrence
  6. Torrence medefinisikan kreativitas itu sebagai proses kemampuan memahami kesenjangan-kesenjangan atau hambatan-hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru, dan mengkomunikasikan hasil-hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji hipotesis-hipotesis yang yang telah dirumiskan.
  7. Pendekatan Terhadap Kreativitas
  8. Pendapat dalam studi kreativitas dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pendekatan psikologis dan pendekatan sosiologis (Torrance, 1981; Dedi Supriadi, 1989). Pendekatan psikologis melihat kreativitas dari segi kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri invidu sebagai faktor-faktor yang menetukan kreativitas. Clark menganggap bahwa kreativitas mencakup sintesis dari fungsi-fungsi sebagai berikut:
    1. Thinking
    2. Feeling
    3. Sensing
    4. Intuiting
    5. Adapun pendekatan sosiologis berasumsi bahwa kreativitas individu merupakan hasil dari proses interaksi social, di mana individu dengan segala potensi dan disposisi keperibadiannya dipengaruhi oleh lingkungan social tempat individu itu berada, yang meliputi ekonomi, politik, kebudayaan. Dan peran keluarga.
      Arieti (1976) mengemukakan beberapa faktor sosiologis yang kondusif bai perkembanagn kreativitas, yaitu:
    6. Tersedianya sarana-sarana kebudayaan.
    7. Keterbukaan terhadap keragaman cara berpikir.
    8. Adanya keleluasaan bagi berbagai media kebudayaan.
    9. Adanya toleransi terhadap pandangan-pandangan yang divergen.
    10. Adanya penghargaan yang memadai terhadap orang yang berprestasi.
  9. Perkembangan Kreativitas
  10. Perkembangan kreativitas merupakan perkembangan proses kognitif, maka kreativitas dapat ditinjau melalui proses perkembangan kognitif berdasarkan teori yang diajukan oleh Jean Piaget. Menurut Jean Piaget ada empat tahap perkembangan kognitif, yakni sebagai berikut:
    1. Tahap Sensori-metoris
    2. Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Pada tahap ini anak berada dalam suatu masa pertumbuhan yang ditandai oleh kecenderungan-kecenderungan sensori-motoris yang amat jelas. Serta pada tahap ini pula tindakan-tindakan anak masih berupa tindsakan-tindakan fisik yang bersifat refleksif, pandangannya terhadap obyek masih belum permanen, belum memiliki konsep tentang ruang dan waktu, belum memiliki konsep tentang sebab-akibat, bentuk permainannya masih merupakan pengulangan reflex-refleks, belum memiliki konsep tentang diri ruang dan belum memiliki kemampuan berbahasa.
    3. Tahap Praoperasional
    4. Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif. Dalam arti semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh unsure perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya.
    5. Tahap Operasional Konkrit
    6. Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun, pada tahap ini anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas konkrit dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya. Mengenai kreativitasnya, menurut Jean Piaget, juga sudah mulai berkembang. Faktor-faktor yang memungkinkan semakin berkembangnya kreativitas itu adalah :
      1. Anak sudah mulai mampu untuk menampilkan operasi-operasi mental.
      2. Mulai mampu berpikir logis dalam bentuk yang sederhana.
      3. Mulai berkembang kemampuan untuk memelihara identitas diri.
      4. Konsep tentang ruang sudah semakin meluas.
      5. Sudah amat menyadari akan adanya masa malu, masa kini, dan masa yang akan datang.
      6. Sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih memerlukan bantuan obyek-obyek konkrit.
    7. Tahap Operasional Formal
    Tahap ini dialami oleh anak pada usia 111 tahun ke atas. Pada masa ini anak telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya yang merupakan hasil dari berpikir logis.
  11. Tahap-tahap Kreativitas
  12. Proses kreatif berlangsung mengikuti tahap-tahap tertentu. Ada empat tahapan proeses kreatif yaitu:
    1. Persiapan (Preparation)
    2. Pada tahap ini, individu berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Namun, pada tahap ini belum ada arah yang tetap pemecahan masalah dan pada tahap ini masih diperlukan pengembangan kemampuan berpikir diverge.
    3. Inkubasi (Incubation)
    4. Pada tahap ini individu seolah-olah melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapinya. Proses inkubasi ini dapat berlangsung lama (berhari-hari bahkan bertahun-tahun) dan bisa juga sebentar (beberapa jam saja) sampai kemudian timbul inspirasi atau gagasan untuk memecahkan masalah.
    5. Iluminasi (Illumination)
    6. Tahap ini sering disebut sebagai tahap timbulnya â€Å“insight”. Pada tahap ini sudah dapat timbul inspirasi baru serta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi baru itu. Ini timbul setelah diendapkan dalam waktu yang lama atau bisa juga sebentar pada tahap inkubasi.
    7. Ferifikasi (Verification)
    Pada tahap ini, gagasan-gagasan yang telah muncul itu dievaluasi secara kritis dan konvergen serta menghadapkannya kepada realitas.
  13. Karakteristik Kreativitas
  14. Piers (Adams, 1976) mengemukakan bahwa karakteristik kreativitas adalah:
    1. Memiliki dorongan (drive) yang tinggi.
    2. Memliki keterlibatan yang tinggi.
    3. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
    4. Memiliki ketekunan yang tinggi.
    5. Cenderung tidak puas terhadap kemapanan.
    6. Penuh percaya diri.
    7. Memiliki kemandirian yang tinggi.
    8. Bebas dalam mengambil keputusan.
    9. Menerima diri sendiri.
    10. Senang humor.
    11. Memiliki intuisi yang tinggi.
    12. Cenderung tertarik kepada hal-hal yang kompleks.
    13. Toleran terhadap ambiguitas.
    14. Bersifat sensitive.
  15. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
  16. Utami Munandar (1988) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas adalah:
    1. Usia.
    2. Tingkat pendidikan orang tua.
    3. Tersedianya fasilitas.
    4. Penggunaan waktu luang.
    5. Clark (1983) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mendukung perkembangan kreativitas adalah:
    6. Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan.
    7. Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya banyak pernyataan.
    8. Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu.
    9. Situasi yang mendorng tanggungjawab dan kemandirian.
    10. Situasi yang menekankan inisiatif-diri untuk menggali, mengamati, bertanya, merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menrjemahkan, memprakirakan, menguji hasil prakiraan, dan mengkomunikasikan.
    11. Kedwibahasaan yang memungkinkan untuk mengembangkan potensi kreativitas secara lebih luas karena akan memberikan pandangan dunia secara lebih bervariasi, lebih fleksibel dalam menghadapi masalah, dan mampu mengekspresikan dirinya dalam cara yang berbeda dari umumnya orang lain yang dapat muncul dari pengalaman yang dimilikinya.
    12. Posisi kelahiran (berdasarkan tes kreativitas, anak sulung laki-laki lebih kreatif dari pada anak laki-laki yang lahir kemudian).
    13. Perhatian dari orang tua terhadap minat anaknya, stimulasi dari lingkungan sekolah, dan mitivasi-diri.
    14. Sedangkan faktor-faktor yang menghambat berkembangnya kreativitas adalah:
    15. Adanya kebutuhan akan keberhasilan, ketidak beranian dalam menanggung resiko atau upaya mengejar sesuatu yang berlum diketahui.
    16. Konformitas terhadap teman-teman kelompoknya dan tekanan sosial.
    17. Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan penyelidikan.
    18. Stereotip peran seks atau jenis kelamin.
    19. Diferensiasi antara bekerja dan bermain.
    20. Otoritarianisme.
    21. Tidak menghargai terhadap fantasi dan hayalan.
    22. Miller dan Gerard (Adams dan Gullota, 1979) mengemukakan adanya pengaruh keluarga pada perkembangan kreativitas anak dan remaja sebagai berikut:
    23. Orang tua yang memberikan rasa aman.
    24. Orang tua mempunyai berbagai macam minat pada kegiatan di dalam dan di luar rumah.
    25. Orang tua memberikan kepercayaan dan menghargai kemampuan anak.
    26. Orang tua memberikan otonomi dan kebebasan pada anak.
    27. Orang tua mendorong anak agar dalam mengerjakan sesuatu dilakukan dengan sebaik-baiknya.
    28. Torrance (1981) mengemukakan lima bentuk interaksi orang tua dengan anak/remaja yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas, yakni:
    29. Menghormati pernyataan-pernyataan yang tidak lazim.
    30. Menghormati gagasan-gagasan imajinatif.
    31. Menunjukan kepada anak/remaja bahwa gagasan yang dikemukakan itu bernilai.
    32. Memberikan kesempatan kepada anak.remaja untuk belajar atas prakarsanya sendirir dan memberikan reward kepadanya.
    33. Memberikan kesempatan kepada anak/remaja untuk belajar dan melakukan kegiatan-kegiatan tanpa suasana penilaian.
    34. Sedangkan faktor-faktor yang dapat menghambat berkembangnya kreativitas, yaitu:
    35. Terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi anak.
    36. Membatasi rasa ingin tahu anak.
    37. Terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan jenis kelamin.
    38. Terlalu banyak melarang anak.
    39. Terlalu menekankan kepada anak agar memiliki rasa malu.
    40. Terlalu menekankan pada keterampilan verbal anak.
    41. Sering memberikan kritik yang bersifat destrukti.
  17. Masalah yang Sering Timbul pada Anak Kreatif
  18. Masalah yang sering timbul atau dialami oleh anak-anak kreatif, yakni sebagai berikut:
    1. Pilihan karir yang tidak realistis.
    2. Hubungan dengan guru dan teman sebaya.
    3. Perkembangan yang tidak selaras.
    4. Tiadanya tokoh-tokoh ideal.
  19. Upaya Membantu Perkembangan Kreativitas dan Implikasinya Bagi Pendidikan
  20. Anak kreatif harus mendapatkan bimbingan sesuai dengan potensi kreatifnya itu agar tidak sia-sia. Agar proses pendidikan dapat memberikan bantuan kepada anak-anak kreatif, para guru dan pembimbing disekolah sudah seharusnya mengenali anak-anak kreatif yang menjadi peserta didiknya. Dalam konteks relasi dengan anak-anak kreatif ini yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
    1. Pembimbing berusaha memahami pikiran dan perasaan anak.
    2. Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami hambatan.
    3. Pembimbing lebih menekan pada proses daripada hasil sehingga pembimbing dituntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya.
    4. Pembimbing berusaha menciptakan lingkungan yang bersahabat, bebas dari ancaman, dan Suasana penuh saling menghargai.
    5. Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak.
    6. Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan bukan sebaliknya mencari-cari kelemahan anak.
    7. Pembimbing berusaha menepatkan aspek berpikir dan perasaan secara seimbang dalam proses bimbingan.
    8. Dedi Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah bantuan yang dapat digunakan untuk membimbing perkembangan anak-anak kreatif, yaitu sebagai berikut :
    9. Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitas anak.
    10. Mengakui dan menghargai gagasan-gagasan anak.
    11. Menjadi pendorong bagi anak untuk mengkomunikasikan dan mewujudkan gagasan-gagasannya.
    12. Membantu anak memahami divergensinya dalam berfikir dan bersikap dan bukan malah menghukumnya.
    13. Memberikan peluang untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasannya.
    14. Memberikan informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia.

Perkembangan Intelektual

PERKEMBENGAN INTELEKTUAL

1. Pengertian Intelektual

Menurut English & English dalam Sunarto  (1995 : 99), istilah intellect berarti antara lain : (1) kekuatan mental di mana manusia dapat berpikir; (2) suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutama untuk aktivitas yang berkenaan dengan berpikir ( misalnya menghubungkan, menimbang, dan memahami); dan (3) kecakapan, terutama kecakapan yang tinggi untuk berpikir.
Menurut kamus Webster Newworld Dictionary of the American Language dalam Sunarto (1995 : 99) , istilah intellect berarti :
1)         Kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti ; kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan sebagainya. Dengan dmikian, kecakapan berbeda dengan kemauan dan perasaan.
2)         Kecakapan yang besar, sangat intelligence, dan
3)         Pikiran atau inteligensi.
Singgih Gunarsa dalam bukunya Psikologi Remaja (1991) dalam Sunarto ( 1995 :99), ia mengajukan beberapa rumus intelegensi sebagai berikut :
1)         Intelegensi merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul.
2)         Intelegensi adalah suatu bentuk tingkah laku tertentu yang tampil dalam kelancaran tingkah laku.
3)         Intelegensi meliputi pengalaman-pengalaman dan kemampuan bertambahnya pengertian dan tingkah laku dengan pola-pola baru dan mempergunakannya secara efektif.
4)         Willian Stern mengemukakan bahwa integensi merupakan suatu kemampuan untuk menyesuaikan diri pada tuntutan baru dibantu dengan penggunaan fungsi berpikir.
5)         Binet berpendapat bahwa intelegensi merupakan kemampuan yang diperleh melalui keturunan, kemampuan yang diwarisi dan dimiliki sejak lahir dan tidak banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam batas- batas tertentu lingkungan turut berperan dalam pembentukan kemampuan intelegensi.
Super& Cites dalam Wasty (1983: 141) mengemukakan suatu definisi yang sering dipakai ooeh sementara orang sebagai berikut: “ Intelegensi telah sering didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau pengalaman.”
Menurut Garret (1964) dalam Wasty (1983:142) mencoba mengemukakan definisi intelegensi yang lebih operasional sebagai berikut :
“Intelegensi itu setidak-tidaknya mencakup kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan masalah – masalah yang memerlukan pengertian serta menggunakan simbol-simbol.”
Menurut Bichof dalam Wasty (1983:142),  “Intelegensi ialah kemampuan untuk memcahkan segala jenis masalah.”

2. Hubungan Antara Intelek dan Tingkah Laku

Kemampuan berpikir abstrak menunjukkan perhatian seseorang kepada kejadian dan peristiwa yang tidak konkret seperti misalnya pilihan pekerjaan, corak hidup bermasyarakat, pilihan pasangan hidup yang sebenarnya masih jauh kedepannya, dan lain-lain. Bagi remaja, corak perilaku pribadirinya dihari depan dan corak tingkah lakunya sekarang akan berbeda. Kemampuan abstraksi akan berperan dalam perkembangan kepribadiannya.
Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang tua. Setiap pendapat orang tua dibandingkan dengan teori yang dlikuti atau diharapkan. Sikap kritis ini juga ditunjukkan. dalam hal-hal yang sudah umum baginya pada masa sebelumnya, sehingga tatacara dan adatistiadat yang beilaku di lingkungan keluarga sering terasa terjadi/ada pertentangan dengan sikap kritis yang tampak pada perilakuhya.
Kemampuan abstraksi mempermasalahkan kenyataan;dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya. Situasi ini (yang diakibatkan kemampuan abstraksi) akhirnya dapat menimbulkan perasaan tidak puas dan putus asa.
Di samping itu pengaruh egosentris masih terlihat pada pikirannya.
1)         Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitikberatkan pikiran sendiri tanpa memikirkan akibat lebih jauh dari tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang murigikan menyebabkan tidak berhasilhya menyelesaikan persoalan.
2)         Kemampuan berpikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain dari pada tujuan perhatian diri sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan orang lain mengenai dirinya.

Egosentrisme inilah yang menyebabkan "kekakuan" para remaja dalam cara berpikir maupun bertingkah laku. Persoalan yang timbul pada masa remaja adalah banyak bertalian dengan perkembangan fisik yang dirasakan mencekam dirinya, karena disangkanya orang lain sepikiran dan ikut tidak puas mengenai penampilan dirinya. Hal ini menimbulkan perasaan "seperti" selalu diamati orang lain, perasaan malu dan membatasi gerak-geriknya. Akibat dari hal ini akan terlihat pada tingkah laku yang kaku.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat Orang lain, maka egosentrisme makin berkurang. Pada akhimya, pengaruh egosentrisitas pada remaja sudah sedemikian kecilnya, sehingga berarti remaja sudah dapat berpikir abstrak dengan mengikutsertakan pendapat dan pandangan orang lain.

3. Tahapan Perkembangan Intelek / Kognitif

Adapun tahap-tahap perkembangan menurut Piaget ialah kematangan, pengalaman fisik atau lingkungan, transmisi sosial, dan equilibrium atau self regulation. Selanjutnya Piaget dalam Djaali ( 2006:68 ) membagi tingkat perkembangan sebagai tahap: (1) sensori motor, (2) berpikir praoperasional, (3) berpikir operasional konkret, dan (4) berpikir operasional formal.

1.    Tahap Sensorik-Motorik
Selama tahap sensorik-motorik (0-2 tahun), bayi mulai menampilkan perilaku reflektif, dengan melibatkan perilaku yang inteligen. Pada usia 2 tahun, anak secara mental telah dapat mengenali objek dan kegiatan, dan dapat menerima solusi masalah sensorik-motorik. Pada usia 2 tahun perkembangan afektif sudah mulai dapat dilihat, anak sudah mulai dapat membedakan suka dan tidak suka. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap diri anak. Perkembangan kognitif dari tahap sensorik-motorik pada anak-anak akan terlihat pada upayanya untuk melakukan gerakan tertentu di antara lingkungan sekitarnya. Pada mulanya gerakan seorang bayi dilakukan secara spontan.

2.    Tahap Berpikir Praoperasional
Selama tahap praoperasional (2-7 tahun), perilaku intelektual bergerak dari tingkat sensorik-motorik menuju ke tingkat konseptual. Pada tahap ini terjadi perkembangan yang cepat dari keterampilan representasional termasuk di dalamnya kemampuan berbahasa, yang menyertai perkembangan konseptual secara cepat dari proses ini.
Pada usia 7 tahun, mereka sudah mulai dapat berpikir pralogis atau semi-logis. Konflik yang terjadi antara persepsi dan pemikiran secara umum dipecahkan kembali di dalam persepsi. Perkembangan bahasa dan representasi akan menunjang perkembangan berikutnya dari perilaku sosial. Perasaan moral dan pemikiran moral akan tampak (muncul). Anak-anak mulai berpikir tentang peraturan dan hukum, tetapi mereka belum mengembangkan konsep tersebut secara intensional.

3.    Tahap Berpikir Operasional Konkret
Tahap operasional konkret anak (7-11 tahun) berkembang dengan menggunakan berpikir logis. Anak-anak dapat memecahkan masalah konservasi dan masalah yang konkret. Anak-anak dapat berpikir secara logis, tetapi belum mampu menerapkan secara logis masalah hipotetik dan abstrak. Perkembangan afektif utama selama tahap operasional konkret adalah konservasi perasaan. Perkembangan tersebut merupakan instrumental dalam meningkatkan regulasi dan stabilitas berpikir efektif. Selama tahap operasional konkret perhatian anak mengarah kepada operasi logis yang sangat cepat. Tahap ini tidak lama dan didominasi oleh persepsi dan anak dapat memecahkan masalah dan mampu bertahan dengan pengalamannya.

4.    Tahap Berpikir Operasional Formal
Selama tahap operasi formal (11-15 tahun), struktur kognitif menjadi matang secara kualitas, anak mulai dapat menerapkan operasi secara 'konkret untuk semua masalah yang dihadapi di dalam kelas.

4. Karakteristik Perkembangan Intelek Remaja

Pada awal masa remaja, kira-kira pada umur 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut "masa operasi formial" (berpikir abstrak). Pada masa ini remaja telah berfikir dengan mempertimbangkan hal yang "mungkin" di samping hal yang nyata (real) (Gleitman, 1986: 475-476) dalam Sunarto (1995:104). Pada usia remaja ini anak sudah dapat berpikir abstrak dan hipotek. Dalam berpikir operasional formal setidak-tidaknya mempunyai dua sifat yang penting, yaitu:
a.       Sifat Deduktif Hipotesis
Dalam menyelesaikan suatu masalah, seorang remaja akan mengaawalinya dengan pemikiran teoretik. la menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian hipotesis yang mungkin.
b.      Berpikir Operasional juga Berpikir Kombinatoris
Dengan terpikir operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah laku problem solving yang betul-betul ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis dengan variabel-variabel tergantung yang mungkin ada. Berpikir abstrak atau formal operation ini merupakan cara berpikir yang bertalian dengan hal-hal yang tidak dilihat dan kejadian-kejadian yang tidak langsung dihayati.

5.  Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek

Menurut Andi Mappiare (1982:80) dalam sunarto (195:106) hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek itu antara lain :
1)         Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang sehingga ia mampu berpikir reflektif.
2)         Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berpikir proporsional.
3)         Adanya kebebasan berpikir, menimbulkan keberahian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan, dan menunjang keberanian anak jajaki masalah secara keseluruhan dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.
Adapun faktor-faktor yang dapat  mempengaruhi intelegensi adalah sebagai berikut :
1.      Faktor Hereditas
Semenjak dalam kandungan,anak telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara potensial anak telah membawa kemungkinan, apakah akan menjadi kemampuan berfikir setaraf normal, di atas normal, atau dibawah normal. Namun, potensi ini tidak berkembang atau terwujud secara optimal apabila lingkungan tidak member kesempatan untuk berkembang. Oleh karena itu, peranan lingkungan sangat menentukan perkembangan intelektual anak.

2.      Faktor Lingkungan
Ada dua unsur lingkungan yang sangat penting perannya dalam memengaruhi perkembangan intelek anak, yaitu keluarga dan sekolah.
a.    Keluarga
Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berfikir. Cara-cara yang digunakan, misalanya memberi kesempatan kepada anak untuk merealisasikan ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan dorongan keingintahuan anak dengan jalan seperti menyediakan bacaan, alat-alat keterampilan, dan alat-alat yang dapat mengembangkan daya kreativitas anak. Member kesempata atau pengalaman tersebut akan menuntut perhatian orang tua.

b.    Sekolah
Sekolah adalah lembaga formal yang diberi tanggung jawab untuk meningkatkan perkembangan anak termasuk perkembangan berfikir anak. Dalam hal ini, guru hendaknya menyadari bahwa perkembangan intelektual anak terletak di tangannya (http://azizahamdi.blogspot.com/2012/05/perkembangan-intelektual-anak.html)
3. Kematangan
Tiap organ tubuh dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan umur.
4. Pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.
5. Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perrbuatan itu. Dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar , lama kelamaan timbullah minat terhadap sesuatu.
6. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah ( Dalyono, 2005:188-189 ).

 6.   Perbedaan Individual dalam Perkembangan  Intelek / Kognitif

Seperti diketahui, manusia itu berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, juga tentang inteligensinya. Inteligensi itu sendiri oleh David Wechler (1958) dalam Sunarto (1995:110) didefinisikan sebagai “ Keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.”
Berdasarkan nilai IQ atau kecerdasan manusia dapat dikategorikan menjadi 6 kelompok, yaitu:
1)      Dibawah 70, anak mengalami kelainan mental
2)      71-85, anak dibawah normal (bodoh)
3)      86-115, anak yang normal
4)      116-130, anak diatas normal (pandai)
5)      131-145, anak yang superior (cerdas)
6)      145 ke atas anak jenius (istimewa)
Menurut Piaget, inteligensi mempunyai beberapa sifat:
1)                  Intelegensi adalah interaksi aktif dengan lingkungan.
2)                  Inteligensi meliputi struktur organisasi perbutan dan pikiran, dan inteligensi yang bersangkutan antara individu dan lingkungannya.
3)                  Struktur tersebut dalam perkembanganya mengalami perubahan kualitatif.
4)                  Dengan bertambahnya usia, penyesuaian diri lebih mudah karena proses keseimbangan yang bertambah luas.
5)                  Perubahan kualitatif pada inteligensi timbul pada masa yang mengikuti suatu rangkaian tertentu.
Sebagai kesimpulan dari berbagai pendekatan/teori psikologi yang telah dikemukakan, menunjukkan bahwa inteligensi itu bersifat individual, artinya antara satu dengan yang lainnya tidak sama kualitas IQ-nya.

7. Usaha-Usaha dalam Membantu Mengembangkan Intelek Remaja dalam
Proses Pembelajaran

Menurut Piaget sebagian besar anak usia remaja mampu memahami konsep-konsep abstrak dalam batas-batas tertentu. Menutut Bruner, siswa pada usia ini belajar menggunakan bentuk-bentuk simboldengan cara yang makin canggih. Guru dapat membantu mereka melakukan hal ini dengan selalu menggunakan pendekatan keterampilan proses (discovery approach) dan dengan memberi penekanan pada penguasaan konsep-konsep dan abstraksi-abstraksi.

Pada usia ini remaja mendekati efisiensi intelektual yang maksimal, tetapi kurangnya pengalaman membatasi kemampuan mereka dan kecakapannya untuk memanfaatkan apa yang diketahui. Karena banyak hal yang dapat dipelajari melalui pengalaman, para siswa mungkin mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep yang abstrak dan mungkin tidak mampu memahami sepenuhnya emosi yang dilukiskan dalam novel-novel, drama-drama, dan puisi-puisi. Karena itu pada tingkatan ini diperlukan motode diskusi dan informasi untuk menetukan kedalaman pengertian siswa. Apabila guru dihadapkan pada perbedaan-perbedaan interpretasi tentang konsep-konsep yang abstrak, guru hendaknya menjelaskan konsep-konsep tersebut ddengan sabar, simpatik, dan dengan hati terbuka; bukan dengan jalan marah-marah atau tidak bisa menerima kesalahan siswa-siswa.
Ikhtiar pendidikan, khususnya melalui proses pembelajaran, guru mengembangkan kemampuan intelektual peserta didik adalah kesadaran pendidik terhadap kemampuan intelektual setiap peserta didik harus dipupuk dan dikembangkan agar potensi yang dimiliki setiap individu terwujud sesuai dengan perbedaan masing-masing. Menurut Conny Semiawan (1984), penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif bagi pengembangan kemampuan intelektual anak yang di dalamnya menyangkut keamanan psikologis dan kebebasan psikologis merupakan faktor yang sangat penting.

Kondisi psikologis yang perlu diciptakan agar peserta didik merasa aman secara psikologis sehingga mampu mengembangkan kemampuan intelektualnya adalah sebagai berikut :
1. Pendidik menerima peserta didik secara positif sebagaimana adanya tanpa syarat (unconditional positive regard). Artinya, apapun keberadaan peserta didik dengan segala kekuatan dan kelemahannya harus diterima dengan baik, serta memberi kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya setiap peserta didik memiliki kemampuan intelektual yang dikembangkan secara maksimal.
2. Pendidik menciptakan suasana dimana peserta didik tidak merasa terlalu dinilai oleh orang lain. Memberi penilaian terhadap peserta didik dengan berlebihan dapat dirasakan sebagai ancaman sehingga menimbulkan kebutuhan pertahanan diri. Memang kenyataannya, pemberian penilaian tidak dapat dihindarkan dalam situasi sekolah, tetapi paling tidak harus diupayakan agar penilaian tidak mencemaskan peserta didik, melainkan menjadi sarana yang dapat mengembangkan sikap kompetitif secara sehat.
3. Pendidik memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan dan perilaku peserta didik, dapat menempatkan diri dalam situasi peserta didik, serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka (empathy). Dalam suasana seperti ini, peserta didik akan merasa aman untuk mengembangkan dan mengemukakan pemikiran atau ide-idenya.
4. Menerima remaja secara positif sebagaimana adanya tanpa syarat (unconditional positive regard). Artinya, apapun adanya remaja itu dengan segala kekuatan dan kelemahannya harus diterima dengan baik, serta memberi kepercayaan bahwa pada dasarnya setiap remaja memiliki kemampuan intelektual yang dapat dikembangkan secara maksimal.
5. Memahami pemikiran, perasaan dan perilaku remaja, menempatkan diri dalam situasi remaja, serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka (empathy). Dalam suasana seperti ini remaja akan merasa aman untuk mengembangkan dan mengemukakan pemikiran atau ide-idenya.
6. Memberikan suasanan psikologis yang aman bagi remaja untuk mengemukakan pikiran-pikirannya sehingga terbiasa berani mengembangkan pemikirannya sendiri. Disini berusaha menciptakan keterbukaan (opennes), kehangatan (warmness), dan kekonkretan (concereteness).

PRINSIP KERJA DAN PENERAPAN FISIKA DALAM SISTEM AC

 Assalamualaikum, Selamat Datang di Blog saya Setelah sekian lama tidak menuliskan sesuatu yang bermanfaat di sini izinkan saya berbagi...